Review Buku: Timun Jelita


Review Timun Jelita

Judul Buku: Timun Jelita 

Penerbit: GagasMedia 

Tahun Terbit: 2024 

ISBN: 9786234933031 

Jumlah Halaman: 174 



Hello Readers! Welcome to my recent post for book review segment in this blog again. Anyway, ngeliat konten-konten saya akhir-akhir ini, rasanya memang sudah lama banget ya saya gak tulis review buku di blog ini. Nahhhh, berhubung idola dan panutan saya the one and only bang Raditya Dika kembali nulis dan launching novel barunya dengan judul Timun Jelita, maka izinkanlah saya menutup postingan blog saya di tahun 2024 dengan mereview karya baru dari bapak-bapak minimalis dua anak ini. Here we go! 

Blurb 


Dalam novel Timun Jelita kita akan mengikuti cerita Timun, seorang akuntan freelance yang ingin bermusik setelah ayahnya wafat dan meninggalkan sebuah gitar tua. 

Timun kesulitan mendapatkan teman band karena usianya sudah tidak muda lagi. Untung ada Jelita. Sepupunya ini adalah mahasiswi yang pernah dikecewakan oleh teman-teman band-nya yang lama. Mereka pun sepakat membuat duo musik. 

Dalam 8 bab novel ini kita akan mengikuti cerita tentang suka duka bermusik di zaman sekarang, tentang jujur dalam berkarya dan tentang umur bukanlah halangan untuk membangkitkan kembali passion yang lama terkubur. 

Review 


Kisah tentang Timun dan Jelita telah dibahas tipis-tipis dalam blurb novel ini. Timun sendiri merupakan seorang pria berusia 40 tahun yang lebih cocok dipanggil bapak-bapak dan om-om oleh para tokoh lainnya di dalam novel Timun Jelita. Dalam kesehariannya, Timun banyak menghabiskan waktunya sebagai seorang akuntan freelance yang mengelola keuangan influencer naik daun. Selain sibuk sebagai freelancer yang mengurus klien aneh dan random, Timun juga lebih banyak menghabiskan waktunya bersama istrinya, Putri, teman SMA yang akhirnya berhasil menjadi teman sehidup dan sematinya. 

Adapun tokoh Jelita di dalam novel ini merupakan seorang gadis cantik yang memiliki hobi bermusik di sela-sela kesibukannya sebagai seorang mahasiswi. Timun dan Jelita pada dasarnya adalah saudara sepupu. Mereka dekat tapi sebenarnya tidak dekat-dekat amat juga. Kedekatan dan keakraban mereka bermula dari Om Iwan yang merupakan ayah Jelita tengah mengembalikan gitar tua peninggalan ayah Timun ke kediaman Timun dan Putri. 

Beberapa waktu lalu ayah Timun meninggal dunia. Saat kematiannya, Om Iwan lah yang membantu mengurus segala keperluan pemakaman. Kala itu, Mbak di rumah ayah Timun menemukan gitar tua saat beres-beres rumah. Berhubung Timun adalah anak tunggal, maka satu-satunya orang yang berhak menerima gitar tua itu hanyalah Timun. 

Mata Timun sempat berkaca-kaca melihat gitar tua yang berusia sekitar 40 tahun itu. Gitar tersebut menjadi saksi bagaimana ayahnya mengubur mimpi masa mudanya dulu, untuk fokus menjadi kepala cabang sebuah bank. Sama dengan apa yang dirasakan Timun saat ini. Dulu, waktu sekolah dia memang suka bermain musik. Tapi hidup terkadang terlalu tega untuk mimpi-mimpi kita. Realitas membuat kita harus mengerti, kapan mimpi lama harus dihentikan karena nasib memaksa berjalan ke arah yang lain. 

Bagi Timun, di usia yang sudah masuk kepala empat sepertinya sudah bukan waktunya lagi untuk bermain musik. Timun masih ragu untuk menerima kembali gitar tua peninggalan ayahnya. Di tengah “tawar-menawar” gitar antara Om dan Ponakan itu, nama Jelita tiba-tiba disebutkan oleh Om Iwan. Sebenarnya, Timun tak masalah jika gitar itu diberikan kepada sepupunya. Toh, jelita memang memiliki hobi bermain musik. Usianya juga masih sangat muda untuk menekuni dunia musik. 

Di akhir pertemuan dengan Om Iwan hari itu, Timun mempertimbangkan untuk mengambil gitar tua itu terlebih dahulu. Ia meminta waktu beberapa hari kepada Om Iwan. Jika Timun tak menemukan titik terang antara dirinya dan gitar tuanya, Timun akan memberikan gitar itu kepada sepupunya, Jelita. 

Kembali hidup bersama gitar yang membersamainya di masa lalu memberikan warna baru bagi Timun. Saat ragu untuk kembali bermain musik, Putri justru mendukung penuh suaminya. Demi mewujudkan impiannya untuk bisa nge-band lagi, Timun pun menghubungi teman-teman band-nya dulu. Sayangnya, respon teman-temannya berbanding terbalik dari Timun. Tidak bisa dipungkiri, di usia-usia matang seperti itu adalah waktu sibuk-sibuknya untuk berumah tangga, bekerja dan berkarir. Itulah yang dipikirkan oleh teman-teman Timun. Berbeda dengan teman-temannya, Timun malah masih ingin mengejar impiannya yang belum tercapai yaitu tampil nge-band di hadapan 100 penonton. 

Keadaan pada akhirnya memaksa Timun untuk berhenti mengejar mimpinya. Gitar tua itupun ia serahkan kepada Jelita. Namun, siapa yang menyangka jika pertemuan yang harusnya sekedar serah terima gitar tua antar sepupu itu berakhir dengan diskusi alot tentang musik. 

Singkat cerita, Timun berinisiatif mengajak Jelita untuk membuat sebuah duo band. Timun sebagai penulis lagu dan gitaris serta Jelita sebagai vokal sekaligus music arranger. Dibantu oleh Robert, Timun dan Jelita pun terus berusaha mempromosikan karya-karya mereka. Tak mudah memang, mulai dari Jelita yang punya trust issue dalam tim karena pernah dikhianati teman satu band-nya di masa lalu, jumlah listener di Spotify yang mentok segitu-gitu saja, show yang penontonnya lebih banyak minta refund gara-gara tidak sempat hadir karena kebanjiran, hingga pro-kontra rentang usia Timun dan Jelita yang dianggap tak akan laku di pasar musik. 

Siapa yang menyangka jika dua sepupu yang gak akrab-akrab banget ini didekatkan oleh passion yang sama meskipun berada di lintas generasi yang cukup jauh. Siapa yang akan menduga pula jika nama Timun Jelita yang lebih cocok dipakai di pasar sayur-mayur malah laku juga di pasar musik tanah air. 

My Impression 


Well, the first thing that came in my mind when this book arrived was a heartwarming feeling. Indeed! Mungkin ini kali ya yang dirasain Timun pas ngeliat gitar tua peninggalan ayahnya lagi setelah sekian lama. Yup, I got the same emotion pas unboxing novel Timun Jelita ini untuk pertama kalinya. Gimana mata saya gak berkaca-kaca, baru senyum-senyum liat cover-nya yang unyu-unyu eh langsung terharu karena langsung ditodong pertanyaan macam ginian sama Bang Radit 🥹 


Kalau ditanya gini, of krosss jawaban saya ya pasti mauuuuu lah! Gara-gara nemu greeting card ini juga nih, saya langsung gasskeun baca novelnya. Apalagi pas baca blurb novelnya, wahhh serasa membaca alur hidup diri sendiri yang kangen sama passion dan hobi yang lama hilang. Yang awalnya ingin nyante-nyante dulu menikmati hari libur, eh tau-taunya malah langsung melahap novel Timun Jelita dalam dua hari doang dong. 

Tapi bener juga kata Timun hidup terkadang terlalu tega untuk mimpi-mimpi kita. Realitas membuat kita harus mengerti, kapan mimpi lama harus dihentikan karena nasib memaksa berjalan ke arah yang lain. 

Quotes ini tuh really hit my self. Kesibukan di dunia akademisi saat ini bikin saya gak punya waktu lagi untuk terusin passion saya di dunia tulis-menulis. Yang dulunya bisa nge-part time sebagai freelance content writer, sekarang harus benar-benar full time di bidang lain. But, it’s oklah, Timun juga awalnya ragu buat bermusik lagi, then slow but sure tekadnya yang besar buat nemuin passion-nya kembali membuat Timun akhirnya dipertemukan dengan Jelita dan juga Robert. Sama seperti Timun, mungkin sekarang belum waktunya saya untuk fokus mengejar passion yang lama tertidur lelap. Jika sudah saatnya tiba, passion itu sendiri yang akan menuntun untuk segera membangunkan diri saya sendiri. Lahhhh! Kok tulisan saya jadi melankolis gini yak ckck. 

Daripada terlalu larut dalam curhatan, saya mau bahas lagi deh tentang betapa spesialnya novel Timun Jelita yang sudah lama banget saya nanti-nantikan ini. Kenapa saya excited banget nungguinnya? Tak lain dan tak bukan karena Bang Radit sudah lama bangetttttt gak tulis buku lagi. Sebagai penggemar buku-bukunya Bang Radit, mendengar kabar kalau bapak-bapak stoik dan minimalis ini bakal rilis buku baru tentulah menjadi angin segar bagi saya. Akhirnya bang Radit kembali ke skin pertamanya sebagai penulis buku setelah beberapa tahun ini gonta-gonta skin dari jadi komika, financial influencer, podcaster, youtuber, sutradara, eh dan sekarang tambah lagi dong skin-nya. Yup, tahun 2024 ini, beliau punya kerjaan baru sebagai penulis lagu, gitaris, dan penyanyi (bisa nyanyi sih lebih tepatnya). Ini kalau masuk di Linkedin, yang mau nge-hire bang Radit kayaknya juga bingung sih mau kasih offering-nya. 

Nah, yang bikin serunya lagi, novel Timun Jelita ini juga dilengkapi official soundtrack dong! Lagi-lagi sebuah gerakan antimainstream dari Bang Radit. Mana lagunya enak-enak pula 😭. Sekarang promo bukunya juga sambil nge-band ceunah. Kesampaian beneran tuh cita-citanya Bang Radit buat tampil di depan 100 penonton bahkan lebih sambil penontonnya juga ikut nyanyi bareng. Kayaknya memang sudah waktunya Bang Radit nambahin data diri di CV-nya sebagai musisi 😆 

Kalau kata saya sih, Novel Timun Jelita dibuatin movie juga dong Bang. Kalau gak mau film, ya sudah dibuatin series lagi aja. Gak perlu masuk di platform Netflix, Vidio, dan sejenisnya itu, di Youtube juga pasti bakal seru kok bang Radit. Mumpung mau bulan puasa nih, kayaknya channel-nya Bang Radit butuh asupan konten edisi Ramadan deh hehe.


No comments