Review Buku: Tanah Para Bandit (Tere Liye)

 

Tanah Para Bandit Tere Liye


Judul Buku: : Tanah Para Bandit

Penulis: Tere Liye

Penerbit: Sabakgrip

Tahun Terbit: 2023

ISBN: 9786238829675

Jumlah Halaman: 436


Hello Readers! Selamat datang kembali di segment review buku kedua saya tahun ini. Setelah sekian lama, finally, saya akhirnya kembali mengulas serial aksi Tere Liye. Sesuai judulnya, kali ini saya akan mereview isi novel Tanah Para Bandit yang merupakan buku ketujuh dari serial aksi Tere Liye. 

 

Anyway, di novel lanjutan Bedebah di Ujung Tanduk ini, kita kedatangan karakter baru cuy. Kalian pasti penasaran dong dengan sosok “hero” baru dari Tere Liye ini. Lalu, siapa dan apa hubungan tokoh baru di dalam kisah Tanah Para Bandit dengan Bujang, Thomas and the gank? Yuk, mari kita review. 

 

Blurb 


Di sini, para penjahat dibesarkan sejak buaian.

Dilatih lewat kebohongan. Dididik dengan kemunafikan.

Diajarkan melalui ketidakpedulian.

 

Di sini, semua bisa diatur sepanjang ada uangnya.

Yang bodoh bisa menjadi pintar seketika. Yang tidak layak bisa segera memenuhi syarat.

Yang bersalah bisa jadi benar.

Yang bengkok bisa diluruskan. Tidak suka lurus?

Mari dibengkokkan lagi.

 

Di sini di Tanah Para Bandit, tidak ada lagi beda antara penjahat bejat dengan tuan nyonya terhormat.

Mencuri, merampok hak orang lain, lumrah saja.

Ayo, jangan terlalu serius, Kawan. Kita berpesta malam ini.

 

Buku ini adalah buku ke-7 dari serial aksi Tere Liye. Setelah: Negeri Para Bedebah, Negeri di Ujung Tanduk, Pulang, Pergi, Pulang-Pergi, dan Bedebah di Ujung Tanduk. 

 

Review


Namanya Padma, sejak kecil ia hidup hanya bersama kakeknya yaitu Abu Syik. Di Talang, dalam sebuah rumah panggung sederhana, Padma menjalani hidup yang tak seperti anak perempuan lainnya. Sejak kecil ia telah ditempa dengan berbagai jenis latihan keras dan super ekstrim dari Abu Syik. Bayangkan, anak yang baru menginjak usia remaja sudah harus mengenal rutinitas berlari, berkelahi, memanjat, meloncat, mengangkat beban dan berbagai latihan bela diri lainnya. 

 

Rasa lelah dan sakit di sekujur tubuh sudah biasa ia rasakan. Jika gagal memenuhi target yang diperintahkan oleh Abu Syik, maka tak hanya amarah yang Padma terima. Padma bahkan sudah terbiasa tidur di luar rumah bersama rinai hujan hingga pagi menjemput karena gagal mencapai target dari Abu Syik. 

 

Di Talang, penduduk dan rumah-rumah tak seramai di desa-desa lainnya. Karena di kelilingi oleh hutan lebat, maka tak ada mall ataupun tempat nongkrong di sini. Padma juga tak memiliki teman dan siapapun sebagai tempat untuk bermain dan bercerita. Satu-satunya tempat pelarian bagi Padma hanyalah hutan. Di tempat favoritnya itu, Padma bisa menemukan kawan yaitu para monyet yang gemar bergelatungan di pohon manggis. Tak jarang ia menikmati buah manggis bersama kawanan monyet. 

 

Sudah berbulan-bulan Padma menjadikan tempat itu sebagai spot favoritnya. Hingga pada suatu hari ia kedatangan teman baru. Namanya Agam, anak lelaki itu berasal dari Talang sebelah. Waktu terus melesat. Mereka berdua sudah terbiasa bertemu dan tak lagi canggung dan penuh “drama” seperti di awal-awal pertemuan mereka. Padma dan Agam memutuskan untuk berteman. Mereka memiliki kisah yang hampir sama, ketika merasa sedih maka hutan inilah satu-satunya tempat pelarian mereka. Sejak Agam muncul, Padma tak lagi merasa sendirian menanggung rasa sedih sehabis dimarahi oleh Abu Syik . Begitupun sebaliknya, Agam juga menemukan teman cerita saat ia tak kuasa melihat ibunya menangis dibentak habis-habisan oleh ayahnya. 

 

Sayangnya, berbulan-bulan kemudian Agam tak lagi muncul. Tak ada kata perpisahan sejak pertemuan terakhir mereka di tengah hutan. Padma hanya melihat Agam pergi bersama rombongan mobil besar di Talang. Semuanya serba tiba-tiba tanpa adanya penjelasan. Berbagai peristiwa mendadak di luar nalar terus terjadi di Talang. Selama ini, Padma menaruh pertanyaan besar tentang mengapa dan untuk apa ia harus berlatih mati-matian setiap harinya. Hingga pada akhirnya Padma pun memahami maksud dan tujuan Abu Syik melatihnya selama ini. Padma dipersiapkan oleh organisasi sebagai sosok perempuan yang akan melawan ketidakadilan, Miss Vigilante.

 

Selepas kematian Abu Syik, Padma merantau ke ibu kota. Ia memutuskan kuliah di sebuah kampus ternama dengan cara illegal. Ya, tanpa perlu ribet mengurus administrasi kampus dan segala printilannya, Padma menyamar menjadi mahasiswa gadungan yang bebas memasuki berbagai jenis mata kuliah. Tak heran jika ia juga merdeka mengikuti banyak mata kuliah di belasan fakultas. Saat terdesak, Padma hanya perlu menyebut dirinya sebagai mahasiwa tamu dalam kuliah tersebut. Padma tak memerlukan lembar nilai, sertifikat ataupun ijazah. Ia hanya perlu menjadi sponge yang menyerap ilmu sebanyak-banyaknya. 

 

Saat tertarik dengan ilmu hukum, ia menyelinap masuk ke Fakultas Hukum dan mengikuti kelas dosen favoritnya. Jika penasaran dengan diskusi ekonomi, Padma pun kembali menjadi mahasiswa tamu di Fakultas Ekonomi. Ketika dirinya merasa perlu meningkatkan kemampuan bahasanya, ia pun menyamar sebagai mahasiswa tamu di dalam setiap kelas bahasa yang ada di Fakultas Sastra. Menariknya lagi, Padma bahkan bisa bertemu dan berdiskusi langsung dengan Thomas sang konsultan keuangan terbaik dan Zaman sang pengacara briliant. 

 

Selama pindah ke ibu kota, bayang-bayang Abu Syik terus membersamainya. Ia tak pernah absen sehari pun melakukan rutinitas fisiknya. Berlari mengejar KRL, mengangkat beban berat dan tentu saja terus belajar memahami “kehidupan” di sekitarnya. Kasus menghilangnya seorang pegawai pabrik menjadi aksi perdana Nona Vigilante ini. Padma tak sendirian, ada Nina sang hacker dan Sapti sang ahli duplikat yang menjadi penyokong berbagai aksi serunya melawan para bandit di dalam novel ini. 

 

My Impression


Awalnya, saya mengira kelanjutan novel Bedebah di Ujung Tanduk ini adalah kisah bersambung dari petualangan Bujang, Thomas dan kawan-kawan. Ternyata, kisah di dalam novel Tanah Para Bandit menceritakan sosok hero baru dari rangkaian action series Tere Liye. Tak hanya itu, untuk kalian yang penasaran dengan sosok cinta pertama Agam Samad yang hanya dispoiler tipis-tipis pakai banget di dalam novel Bedebah di Ujung Tanduk, jawaban lengkapnya bisa kalian temukan di dalam novel ini.

 

Hampir sama dengan novel seri aksi sebelumnya, di dalam novel ini ada banyak plot yang mirippp banget dengan skandal yang baru-baru terjadi di negeri Konoha tercinta. Bukan Tere Liye dong namanya kalau gak berani bikin dialog dan plot tepi jurang hehe. Dialog yang satu ini asliii bikin merinding sih!

 

“Kau menyuruhku menyerah kepada siapa, Nona Vigilante? Di negeri ini semua telah aku beli. Lantas aku menyerah kepada siapa? Wakil rakyat? Partai politik? Presiden? Dia hanya petugas partai. Atau kepada rakyat? Yang bersedia menjual suara mereka setiap pemilihan dengan amplop tipis berisi uang receh?”

 

Tapi, selain dialog di atas, ada plot yang paling serem juga di akhir bab novel ini. Ketika Maria sudah berteriak setengah mati menyemangati Bujang yang sedang terkapar payah saat menghadapi Diego, sosok perempuan tiba-tiba muncul di tengah ruangan.

 

“Kau tak pernah memiliki Bujang, Nona dari Moskow.” Perempuan itu tersenyum, “Dia bukan kotik-mu (Kucingmu). Dia adalah “monyet”ku. 

 

Menurut Yuki, adegan ini bahkan disebut lebih menakutkan ketimbang berurusan dengan Diego. Bagaimana tidak, ada cinta, patah hati, masa lalu dan masa depan antara Bujang, Padma dan juga Maria. Jadi kalian ikut kapal yang mana nih? Bujang-Maria, tunangannya Agam atau Bujang-Padma, cinta pertamanya Agam?

 

Anyway, bukan cuma hero baru yang dimunculin Tere Liye di novel Tanah Para Bandit. Sosok Zaman Zulkarnaen dalam novel Tentang Kamu juga muncul loh di dalam novel ini. Bau-baunya sih Zaman bukan lagi jadi cameo di novel seri aksi selanjutnya, melainkan sudah join to the club bareng Thomas, Bujang, Yuki, Kiko, Junior, Salonga dan juga Nyonya Ayako. Nah, kelanjutan laga aksi mereka akan kita temui di buku berikutnya yang berjudul Bandit-Bandit Berkelas. 

 

  

2 comments