Judul Buku: Selamat Tinggal
Penulis: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: 2020
ISBN: 9786020647821
Jumlah Halaman: 360
Hello readers! Welcome back to my review board again. Kali ini saya akan membagikan ulasan novel Selamat Tinggal dari karya Tere Liye, sebuah novel yang terbilang cukup lama nganggur di rak buku saya tapi baru sempat saya selesaikan hari ini.
Novel Selamat Tinggal adalah buku kedua dari Tere Liye yang telah saya baca di awal tahun ini. Seperti biasa, judul setiap novel dari Tere Liye memang selalu tricky. Isinya sangat jauh berbeda dari ekspektasi oleh para pembacanya. Meskipun saya sudah bisa menebak kalau cover dan isinya pastilah sangat bertolak belakang, tapi tetap saja saya selalu salah menduga dengan tiap alur yang di dalam setiap novel Tere Liye.
Nah, lalu seperti apa kisah dari dalam novel Selamat Tinggal ini? Silahkan menyimak review saya berikut ini.
Blurb
Kita tidak sempurna. Kita mungkin punya
keburukan, melakukan kesalahan, bahkan berbuat jahat, menyakiti orang lain.
Tapi beruntunglah yang mau berubah. Berjanji tidak melakukannya lagi,
memperbaiki, dan menebus kesalahan tersebut.
Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka
halaman yang baru. Jangan ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan
ketidakpedulian. “Selamat Tinggal” suka berbohong, “Selamat Tinggal”
kecurangan, “Selamat Tinggal” sifat-sifat buruk lainnya.
Karena sejatinya, kita tahu persis apakah kita
memang benar-benar bahagia, baik dan jujur. Sungguh “Selamat Tinggal” kepalsuan
hidup.
Selamat membaca novel ini. Dan jika kamu telah
tiba di halaman terakhirnya, merasa novel ini menginspirasimu, maka kabarkan
kepada teman, kerabat, keluarga lainnya. Semoga inspirasinya menyebar luas.
Review
Namanya Sintong, dia adalah seorang lelaki yang
telah menghabiskan banyak kisah hidupnya lewat menjaga toko buku milik Paklik
dan Buliknya. Nama toko bukunya memang toko buku “Berkah” tapi ternyata tidak
seberkah namanya. Ya, ratusan bahkan ribuan buku bajakan ada di dalam toko buku
ini. Selama menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra, hampir seluruh kebutuhan
kuliah Sintong berasal dari toko buku bajakan milik Pakliknya. Separuh jiwanya
memang menyumpahi dirinya atas uang haram yang telah membantu menopang hidupnya
selama ini. Mulai dari uang SPP, uang makan, hingga kebutuhan lainnya selama ia
menjadi mahasiswa. Namun, Sintong tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tetap
melanjutkan hidupnya sebagai seorang mahasiswa sekaligus penjaga toko buku
bajakan.
Selain dikenal sebagai penjaga toko buku
“Berkah”, Sintong juga telah dikenal sebagai mahasiswa abadi. Baik itu di
antara rekan sesama penjual buku bajakan, teman kosnya hingga di gedung
fakultasnya. Hingga pada suatu hari, Pak Dekan kembali menasehatinya untuk
segera menyelesaikan skripsinya. Enam tahun sudah termasuk waktu yang cukup
lama untuk menjadi penghuni di Fakultas Sastra. Sintong bukanlah seorang
mahasiswa pemalas pada umumnya, dia adalah seorang mahasiswa favorit bagi para
dosen di fakultas pada masanya. Sintong adalah mahasiswa cerdas dan produktif.
Semua tulisannya selalu masuk koran lokal hingga nasional. Tentu bagi Pak Dekan
ini adalah hal ganjil. Bagaimana mungkin seorang penulis sekelas Sintong tidak
mampu menyelesaikan skripsinya.
Teror dari fakultasnya sedikit mulai padam
ketika Sintong menemukan salah satu dari lima buku dari seorang penulis hebat
Indonesia bernama Sutan Pane yang menghilang secara misterius di masa lalu. Dibalik
tumpukan buku-buku bajakan milik Pakliknya, Sintong menemukan sebuah permata
yang tak ternilai harganya. Tentu Sintong tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Meskipun
Sintong sudah lama vakum dari dunia kepenulisan akan tetapi jiwa menulisnya
masih tetap kental terlebih saat menemukan harta karun berharga dari seorang
penulis top tanah air.
Berawal dari penemuan buku karya Sutan Pane
hari itu, Sintong mulai kembali ke dirinya yang dulu. Selain kembali aktif
menjadi penulis, ia juga terus menelurusi jejak misteri keberadaan Sutan Pane
yang menghilang secara misterius. Berkat buku itu ia dipertemukan dengan
berbagai narasumber yang tak pernah ia duga sebelumnya. Jiwa penulis dan roh
idealis yang telah lama padam selama kurang lebih empat tahun itu kini kembali
membara. Terlebih saat ia dipertemukan dengan seorang gadis cantik bernama
Jess, seorang mahasiswa semester awal yang telah menyembuhkan dirinya dari luka
seorang gadis empat tahun silam. Kehidupan Sintong berjalan lancar tak seperti
hari-hari sebelumnya saat ia vakum menjadi penulis dan malas-malasan mengurus
skripsinya. Dirinya yang yang dulu telah lahir kembali.
Hingga pada suatu hari, seorang gadis bernama
Mawar Terang Bintang yang menjadi penyebab dirinya mati rasa dalam dunia
menulis selama empat tahun muncul secara tiba-tiba. Ada banyak hal terjadi
setelah pertemuan Sintong dengan Mawar hari itu. Termasuk dirinya yang dengan
penuh rasa yakin, berani meninggalkan pekerjaannya menjadi seorang penjaga toko
buku bajakan. Tentu Paklik dan Bukliknya marah besar. Tapi Sintong telah
memantapkan hatinya untuk segera meninggalkan pekerjaan yang sudah sejak lama
sangat ingin ia tinggalkan.
Perjalanan menemukan rahasia Sutan Pane juga membuatnya menemukan banyak rahasia di sekitarnya. Termasuk rahasia tentang Jess, Bunga yang merupakan sahabat dekat Jess, hingga rahasia dari Mawar Terang Bintang.
My Impression
Membaca tiap bab dari novel Selamat Tinggal ini
serasa membaca uneg-uneg sekaligus kritikan Tere Liye terhadap dunia penerbitan
dan kepenulisan saat ini. Maraknya kasus buku bajakan yang secara
terang-terangan dijual di berbagai toko buku offline hingga toko online sepertinya
membuat Tere Liye semakin lantang menyuarakan kasus ini lewat novelnya. Bukan
Tere Liye namanya kalau tidak berani menyuarakan opininya lewat situasi dan
kondisi terkini. Selain soal buku bajakan, di dalam novel ini Tere Liye juga
membagikan sindiran-sindirannya tentang berbagai layanan streaming bajakan
seperti film hingga pertandingan olahraga yang merugikan banyak industri.
Cerita di dalam novel ini memang sangat-sangat
menyindir para pengguna layanan illegal hingga tukang koleksi barang-barang KW hari
ini. Saya sendiri rasanya tertampar sekali dengan tulisan Tere Liye ini.
Setelah membaca novel ini saya melongo langsung ke arah rak buku saya. Maklum,
saya memiliki sebuah novel best seller bajakan yang saya beli beberapa tahun
silam. Begitu juga dengan tumpukan buku-buku kuliah saya. Beberapa buku
pegangan saat saya masih kuliah memang rata-rata buku karangan luar negeri. Seperti
kisah para mahasiswa di novel Selamat Tinggal ini, saya selaku mahasiswa
kos-kosan yang mengandalkan uang kiriman bulanan orang tua tidak sanggup
membeli buku ori yang harganya main dollar itu. Main rupiah saja saya lebih
memilih nunggu fotokopian buku teman, lebih-lebih kalau harganya sudah pake
dollar. Tapi seperti halnya Sintong, seiring berjalannya waktu saya memutuskan
untuk meninggalkan perilaku curang itu.
“Mari tutup masa lalu yang kelam, mari membuka halaman yang baru. Jangan ragu-ragu. Jangan cemas. Tinggalkanlah kebodohan dan ketidakpedulian. Selamat Tinggal suka berbohong, Selamat Tinggal kecurangan, Selamat Tinggal sifat-sifat buruk lainnya”
No comments